Kapal Penangkap Ikan Tiongkok Membuang Awak Kapal Indonesia – Sebuah video menjadi viral setelah disiarkan oleh saluran berita Korea Selatan yang menunjukkan tubuh awak kapal Indonesia yang dibuang ke laut dari kapal penangkap ikan Tiongkok. Video tersebut mengungkap praktik perbudakan dan eksploitasi awak kapal Indonesia di kapal tersebut.
Video tersebut pertama kali disiarkan oleh Munhwa Broadcasting Corporation (MBC) pada tanggal 6 Mei 2020. Video tersebut diberikan oleh awak kapal yang selamat kepada pemerintah Korea Selatan dan MBC dalam upaya untuk meminta bantuan saat kapal berlabuh di Pelabuhan Busan. nexus slot
Berdasarkan investigasi MBC, kejadian tersebut terjadi di Samudera Pasifik pada 30 Maret 2020. Video tersebut juga dibagikan oleh channel YouTube MBCNEWS dengan judul “[Eksklusif] Bekerja 18 Jam Sehari, Jika Sakit dan Meninggal, Terkubur di Laut”. www.mrchensjackson.com

“Jenazah yang dibuang ke laut adalah jenazah Ari, 24 tahun, pelaut Indonesia yang meninggal setelah bekerja di kapal lebih dari satu tahun,” MBC melaporkan.
Sebelum jenazah dibuang ke peti mati, para pelaut Tiongkok melakukan pemakaman sederhana dengan menyalakan dupa dan menuangkan alkohol.
Sebelum Ari, ada dua jenazah pelaut Indonesia yang juga dibuang ke laut, Alfata (19 tahun) dan Sepri (24 tahun).
Berdasarkan kesepakatan dan peraturan, para pelaut yang meninggal di atas kapal di tengah laut harus dikembalikan ke negaranya. Namun, pasangan Ari, seorang pelaut Indonesia yang ingin dirahasiakan namanya (pelaut A), dalam wawancara dengan MBC menyatakan tidak pernah menyangka jenazah Ari akan dibuang ke laut.
“Yang saya tahu adalah kami akan mendarat untuk mengembalikan jenazah,” katanya.
Sementara itu, para pelaut lainnya juga mengaku kondisi di atas kapal sangat memprihatinkan dan para awaknya dieksploitasi.
Menurut pelaut Indonesia lainnya (pelaut B), mayoritas pelaut China minum air kemasan yang dibeli di darat, namun ABK terpaksa meminum air laut. Mereka bilang merasa mual setelah minum air laut.
“Saya minum air laut tanpa filter dulu. Saya pusing, lalu saya batuk keluar lendir dari tenggorokan,” kata kelasi B yang juga mengaku bekerja 18 jam setiap hari.
Sementara itu, pelaut A mengatakan harus berdiri dan bekerja selama 30 jam berturut-turut, dan tidak diperbolehkan duduk kecuali makan setiap enam jam sekali.
Lima pelaut Indonesia yang bekerja di kapal Tiongkok hanya menerima KRW 140.000, atau setara dengan Rp 1,7 juta setelah bekerja selama 13 bulan. Dengan jumlah tersebut, pelaut hanya menerima KRW 11.000 atau setara dengan Rp 135.000 setiap bulannya.
Seorang vlogger asal Korea Selatan, Hansol, yang mengelola channel YouTube bernama Korea Reomit, membahas dan menerjemahkan laporan MBC tersebut dan mengatakan bahwa berdasarkan dokumen yang berisi pernyataan dari awak kapal, awak kapal tersebut akan dikremasi dan dikembalikan ke Indonesia jika telah meninggal dunia. Dalam dokumen itu juga, Hansol menyebut para kru telah mengasuransikan USD 10.000 atau setara dengan Rp 150 juta yang akan diberikan kepada ahli warisnya jika meninggal dunia.
Pengacara banding dari Pusat Layanan Umum Kim Jong-Cheol menegaskan bahwa telah terjadi eksploitasi di atas kapal dan para korban tidak dapat kembali ke rumah karena paspor mereka disita dan mereka telah menyetorkan uang dalam jumlah besar.
Kapal penangkap ikan Tiongkok dibangun untuk menangkap ikan tuna, tetapi kadang-kadang menangkap hiu untuk memanen sirip hiu.
“Kapal itu menangkap dua puluh atau lebih hiu setiap hari. Konon ada 16 kotak berisi sirip hiu di kapal. Jika satu kotak beratnya 45 kilogram, totalnya sekitar 800 kilogram,” kata aktivis lingkungan Lee Yong-ki. Inilah mengapa kapal enggan pergi ke pelabuhan.
Lee mengatakan, kapal tidak akan berlama-lama di pelabuhan meski awak kapalnya telah meninggal karena takut ditangkap karena melakukan illegal fishing.
Hansol mengatakan, awak kapal dipindahkan ke kapal lain dan sampai di pelabuhan Busan pada 27 April 2020, serta hanya bisa menunggu selama 10 hari. Saat itulah seorang kru yang menderita sakit dada dilarikan ke rumah sakit dan meninggal juga pada 27 April 2020.
Sebuah organisasi hak asasi manusia Korea Selatan yang diberitahu tentang kematian kru segera memulai penyelidikan.

Kim Jong-cheol mengatakan, Korea Selatan bisa segera melakukan investigasi karena telah meratifikasi protokol internasional tentang pencegahan perdagangan manusia, termasuk kerja paksa dan eksploitasi seksual. Namun, hanya dua hari setelah itu kapal langsung melaut.
Awak kapal Indonesia lainnya yang dikarantina di Busan meminta pemerintah Korea Selatan segera melakukan penyelidikan penuh terhadap kapal penangkap ikan China untuk mengungkap pelanggaran HAM yang terjadi di atas kapal tersebut.